Vitamin B1 biasa dikenal dengan nama lain thiamin atau aneurin hidroklorida (C12H17N4OS). Tiamin berasal dari kata tio yang berarti sulfur dan amine yang berarti nitrogen. Thiamin memiliki struktur yang terdiri dari dua cincin yaitu cincin pirimidin dan cincin thiazole. Thiamin dapat larut dalam air, metanol dan gliserol namun tidak dapat larut dalam aseton, eter, benzena dan kloroform. Vitamin B1 sangat mudah larut dalam air dan stabil pada kondisi asam lemah namun akan terurai pada larutan ber-pH netral.
Thiamin pertama kali diobservasi oleh Cristian Eijkman, seorang fisikawan dari Belanda yang dikirim ke salah satu rumah sakit di Hindia Belanda (Indonesia) untuk meneliti penyebab dan penyembuhan dari penyakit beriberi. Eijkman tidak percaya dengan penyebab beriberi akibat bakteri patogen dan menginokulasikan darah manusia ke tikus tidak ada gunanya. Di laboratorium, Eijkman mengamati ayam yang sakit dengan gejala pembengkakan di tubuhnya, kejang-kejang, paralisis dan radang syaraf yang saat ini disebut penyakit polineuritis. Kondisi ayam ini mirip dengan kondisi manusia yang terkena penyakit beriberi. Eijkman kemudian melakukan eksperimen dengan memberikan dedak padi pada pakan ayam. Eijkman mengetahui bahwa ada hubungannya antara pemberian dedak padi dengan penyakit mirip beriberi pada ayam. Eijkman akhirnya menarik kesimpulan bahwa pemberian dedak padi dapat menyembuhkan penyakit yang mirip beriberi pada ayam. Antara tahun 1890-1894 Eijkman mengobservasi hubungan antara dedak padi dan penyakit beriberi namun karena kondisi kesehatannya menurun maka Eijkman pulang ke negara Belanda. Dr. Adolphe Vorderman kemudian meneruskan eksperimen Eijkman di Pulau Jawa dengan menggunakan manusia sebagai media percobaannya pada tahun 1895. Di akhir tahun 1896, Dr. Gerrit Grijns meneruskan penelirian Eijkman dan menyimpulkan bahwa faktor vitamin yang dapat mencegah penyakit beriberi. Vitamin yang ada pada dedak padi adalah thiamin (vitamin B1). Atas jasa Eijkman dalam melakukan penelitian awal untuk menemukan thiamin maka pada tahun 1929, Eijkman mendapatkan nobel di bidang kesehatan (Burgos et al., 2006). Thiamin juga merupakan vitamin larut dalam air yang pertama kali ditemukan oleh peneliti pada tahun 1934 oleh R. R. William (Cheeke, 2005).
Unggas jarang sekali defisiensi vitamin B1 karena bahan pakan unggas menyediakan vitamin B1 yang mencukupi kebutuhan ternak. Namun defisiensi tiamin dapat menyebabkan kehilangan nafsu makan, lemah dan terjadi gangguan kinerja saraf. Fungsi dari vitamin B1 adalah sebagai koenzim dalam metabolisme energi dimana mengubah glukosa pada proses oksidasi menjadi energi, karbondioksida dan air, merangsang nafsu makan dan pertumbuhan serta memelihara susunan syaraf. Vitamin B1 dapat diperoreh dari dedak padi, kacang hijau dan bungkil. Vitamin B1 banyak terdeposisi pada lapisan luar dari biji-bijian, lembaga dan bagian lain seperti akar dan daun. Ragi bir, tempe dan tape juga dapat meningkatkan kandungan vitamin B1 pada media fermentasi. Produk ternak seperti kuning telur, hati, jantung dan daging juga kaya akan vitamin B1.
Tiamin berikatan dengan senyawa lain agar proses metabolisme dapat berjalan. Tiamin pirofosfat (tiamin difosfat) merupakan enzim yang berperan dalam oksidasi dekarboksilasi asam piruvat menjadi asetil KoA, oksidasi dekarboksilasi α-ketoglutarat menjadi suksinil KoA pada reaksi siklus krebs, jalur pentosa fosfat (transketolase) dan sintesis rantai cabang asam amino seperti valin. Sedangkan tiamin trifosfat berperan dalam aktivasi ion klorida pada membran saraf.
Selengkapnya...
15 Januari 2010
Vitamin B1
16 Juni 2009
VItamin K
Vitamin K berasal dari bahasa Jerman ”Koagulation” yang artinya penggumpalan. Vitamin K berfungsi untuk mengurangi dan menghentikan luka pendarahan, membentuk protombin darah, dan menanggulangi stress akibat cekaman. Defisiensi vitamin K dapat menyebabkan lamanya proses pembekuan darah dan kesembuhan luka serta pendarahan akibat luka yang diakibatkan pecahnya pembuluh darah. Unggas yang terkena penyakit koksidiosis membutuhkan vitamin K dalam jumlah yang banyak. Sumber vitamin K dapat diperoleh melalui tepung ikan, hijauan dan vitamin K sintetis.
Vitamin E
Pada tahun 1922 ditemukan suatu zat larut lemak yang dapat mencegah keguguran dan sterilitas pada tikus. Awalnya zat tersebut dinamakan zat antisterilitas. Kemudian diubah menjadi vitamin E. Pada tahun 1936, vitamin E dapat diisolasi dari minyak kecambah gandum dan dinamakan tokoferol. Tokoferol merupakan zat yang berasal dari bahasa Yunani yaitu tokos yang berarti keturunan dan pherein yang berarti membawa. Kemudian ditemukan beberapa jenis tokoferol. Saat ini istilah vitamin E biasa digunakan untuk menyatakan setiap campuran tokoferol aktif secara biologis. Unggas tidak dapat mensintesis vitamin E dari dalam tubuhnya (Bolukbasi et al., 2007) sehingga harus diperoleh dari pakan khususnya pakan nabati.
Vitamin E berperan sebagai antioksidan dalam melindungi zat nutrisi yang lain seperti vitamin A dan asam lemak tak jenuh dari proses oksidasi. Namun vitamin E mudah rusak oleh lemak yang telah teroksidasi. Allen et al. (2002) melaporkan bahwa vitamin E harus ada di dalam pakan unggas sekitar 17-48 mg/kg pakan. Vitamin E yang ada di dalam pakan dihidrolisis kemudian diserap oleh usus halus, lalu bergabung dengan membran sel yang dapat berfungsi sebagai pelindung sel dari radikal bebas. Pemberian vitamin E dosis tinggi dilaporkan dapat mencegah penyakit koksidiosis. Abdulkalykova et al. (2006) melaporkan bahwa vitamin E merupakan vitamin yang dapat memperbaiki respon imunitas dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi penyakit.
Akbari et al. (2008) menambahkan bahwa Vitamin E merupakan sumber antioksidan yang berfungsi untuk menjaga fungsi sel imun. Pemberian pakan yang defisien vitamin E dapat menurunkan jumlah limfosit dalam bursa dan timus. Vitamin E juga berperan dalam menjaga kekebalan unggas dari serangan infeksi E. Coli, koksidiosis, IBD (Infectious Bursal Disease) dan Newcastle Disease. Bahan pakan sumber vitamin E antara lain biji-bijian, bungkil, jagung, dedak padi dan vitamin E sintetis.
Selengkapnya...
Vitamin E berperan sebagai antioksidan dalam melindungi zat nutrisi yang lain seperti vitamin A dan asam lemak tak jenuh dari proses oksidasi. Namun vitamin E mudah rusak oleh lemak yang telah teroksidasi. Allen et al. (2002) melaporkan bahwa vitamin E harus ada di dalam pakan unggas sekitar 17-48 mg/kg pakan. Vitamin E yang ada di dalam pakan dihidrolisis kemudian diserap oleh usus halus, lalu bergabung dengan membran sel yang dapat berfungsi sebagai pelindung sel dari radikal bebas. Pemberian vitamin E dosis tinggi dilaporkan dapat mencegah penyakit koksidiosis. Abdulkalykova et al. (2006) melaporkan bahwa vitamin E merupakan vitamin yang dapat memperbaiki respon imunitas dan meningkatkan resistensi terhadap infeksi penyakit.
Akbari et al. (2008) menambahkan bahwa Vitamin E merupakan sumber antioksidan yang berfungsi untuk menjaga fungsi sel imun. Pemberian pakan yang defisien vitamin E dapat menurunkan jumlah limfosit dalam bursa dan timus. Vitamin E juga berperan dalam menjaga kekebalan unggas dari serangan infeksi E. Coli, koksidiosis, IBD (Infectious Bursal Disease) dan Newcastle Disease. Bahan pakan sumber vitamin E antara lain biji-bijian, bungkil, jagung, dedak padi dan vitamin E sintetis.
Vitamin D
Vitamin D merupakan salah satu jenis vitamin yang dapat larut dalam lemak. Ada 5 jenis vitamin D yaitu Vitamin D1, D2 (ergokalsiferol), D3 (kolekalsiferol), D4 (22-dihidroergokalsiferol) dan D5 (sitokalsiferol). Namun penggunaan vitamin D3 pada unggas perlu diperhatikan dibandingkan dengan vitami D yang lain. Vitamin D3 (kolekalsiferol) berasal dari 7-dehidrokolesterol yang apabila terkena sinar matahari akan membentuk menjadi vitamin D3. vitamin D tidak larut di dalam air namun larut dalam lemak dan pelarut lemak.
Vitamin D berfungsi untuk meregulasi level kalsium dan fosfor dalam darah dengan cara mengatur absorpsi kalsium dan fosfor dari pakan di dalam usus halus, merearbsorpsi kalsium di dalam ginjal dan mineralisasi tulang serta kerabang telur. Vitamin D juga berperan dalam menghambat sekresi hormon paratiroid pada kelenjar paratiroid dan mencegah penyakit hipokalsemia. Sumber vitamin D dapat diperoleh dari sinar matahari, minyak ikan, susu, kacang-kacangan dan vitamin D sintetis. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan osteomalasia dan rakhitis.
Vitamin D2 dan D3 yang ada di dalam pakan akan diserap oleh usus halus, kemudian dikirim oleh darah menuju hati yang akan dikonversi menjadi 25-hidroksikolekalsiferol dan akan dikirim ke ginjal untuk diubah menjai 1,25-dihidroksikolekalsiferol, bentuk aktif dari vitamin D. Senyawa tersebut kemudian diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan, saluran pencernaan, tulang dan organ reproduksi. Senyawa 1,25-dihidroksikolekalsiferol bekerja dengan steroid untuk meregulasi transkripsi DNA di dalam vili usus untuk menginduksi sintesis mRNA yang bertanggung jawab terhadap produksi senyawa kalsium yang berikatan dengan protein. Protein akan terlibat dalam absorpsi kalsium di dalam lumen usus. Jumlah 1,25-dihidroksikolekalsiferol yang diproduksi di ginjal diatur oleh hormon paratiroid. Apabila kadar kalsium di dalam darah rendah (hipokalsemia), kelenjar paratiroid akan memproduksi hormon paratiroid lebih banyak. Produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal menjadi lebih banyak dengan adanya hormon paratiroid yang banyak sehingga akan meningkatkan absorpsi kalsium di dalam usus halus.
Vitamin D berfungsi untuk meregulasi level kalsium dan fosfor dalam darah dengan cara mengatur absorpsi kalsium dan fosfor dari pakan di dalam usus halus, merearbsorpsi kalsium di dalam ginjal dan mineralisasi tulang serta kerabang telur. Vitamin D juga berperan dalam menghambat sekresi hormon paratiroid pada kelenjar paratiroid dan mencegah penyakit hipokalsemia. Sumber vitamin D dapat diperoleh dari sinar matahari, minyak ikan, susu, kacang-kacangan dan vitamin D sintetis. Defisiensi vitamin D dapat menyebabkan osteomalasia dan rakhitis.
Vitamin D2 dan D3 yang ada di dalam pakan akan diserap oleh usus halus, kemudian dikirim oleh darah menuju hati yang akan dikonversi menjadi 25-hidroksikolekalsiferol dan akan dikirim ke ginjal untuk diubah menjai 1,25-dihidroksikolekalsiferol, bentuk aktif dari vitamin D. Senyawa tersebut kemudian diedarkan oleh darah ke seluruh jaringan, saluran pencernaan, tulang dan organ reproduksi. Senyawa 1,25-dihidroksikolekalsiferol bekerja dengan steroid untuk meregulasi transkripsi DNA di dalam vili usus untuk menginduksi sintesis mRNA yang bertanggung jawab terhadap produksi senyawa kalsium yang berikatan dengan protein. Protein akan terlibat dalam absorpsi kalsium di dalam lumen usus. Jumlah 1,25-dihidroksikolekalsiferol yang diproduksi di ginjal diatur oleh hormon paratiroid. Apabila kadar kalsium di dalam darah rendah (hipokalsemia), kelenjar paratiroid akan memproduksi hormon paratiroid lebih banyak. Produksi 1,25-dihidroksikolekalsiferol di dalam ginjal menjadi lebih banyak dengan adanya hormon paratiroid yang banyak sehingga akan meningkatkan absorpsi kalsium di dalam usus halus.
Rachitis terjadi karena kegagalan tulang untuk tumbuh dalam bentuk normal pada hewan muda. Sedangkan osteomalasia terjadi akibat reabsorbsi dari tulang yang telah terbentuk pada hewan tua. Penyakit rachitis memperlihatkan gejala tulang-tulang yang salah bentuknya, paruh yang menjadi lunak, kelemahan kaki, kaki bengkok, gaya jalan kaku, tulang dada bengkok, cara menjaga keseimbangan badan kurang sempurna, bulu kurang hidup dan angka kematian yang tinggi. Untuk ayam dewasa gejala pertama yang tampak adalah menipisnya kulit telur, kemudian produksinya menurun, telurnya mengecil dan daya tetasnya kurang. Embrionya akan mati pada hari ke 18-19 dan memperlihatkan pertumbuhan rahang bawah yang tidak sempurna. Ayam dewasa dapat bertahan hidup meski kekurangan vitamin D, tetapi tulang dadanya menjadi lunak dan ayam tidak dapat berjalan.
Ergokalsiferol
2,2-Dihidroergokalsiferol
kolekalsiferol
sitokalsiferol
Vitamin A
Vitamin A (C20H29OH) dikenal juga dengan nama retinol, merupakan senyawa alkohol monohidrat tak jenuh. Vitamin A memiliki bentuk kristal padat berwarna kuning pucat, tidak larut dalam air namun larut dalam lemak dan pelarut lemak. Vitamin A mudah rusak akibat proses oksidasi. Dehidroretinol atau vitamin A2 (C20H27OH) yang banyak ditemui pada ikan memiliki kesamaan dengan vitamin A.
Vitamin A merupakan vitamin yang terdiri dari molekul bipolar kovalen yang terikat antara hidrogen dan karbon. Bagi ternak unggas, vitamin A diperoleh dari prekursor vitamin A yaitu karoten (provitamin A) di dalam pakan. Lalu oleh tubuh ternak, karoten diubah menjadi vitamin A. Vitamin A terakumulasi pada hati. Vitamin A mudah dirusak oleh mikroba di dalam saluran pencernaan serta saat unggas terkena koksidiosis.
Vitamin A tidak terkandungan di dalam tanaman namun masih berbentuk prekursor atau provitamin dalam bentuk karotenoid yang akan diubah menjadi vitamin. Pada tanaman, karoteniod berwarna kuning, oranye atau merah namun warna tersebut terbungkus oleh warna hijau yaitu kloropil. Senyawa karotenoid dapat terpecah menjadi dua senyawa utama yaitu xantofil dan karoten yang dapat diubah menjadi vitamin A. Selain itu juga ada senyawa lain hasil turunan karotenoid seperti lutein, kriptoxantine dan zeaxantin yang tidak dapat dikonversikan menjadi vitamin A. Pada karotem, gugus β-karoten merupakan sumber utama pembentuk vitamin A.
Konversi karoten menjadi vitamin A terjadi di dalam hati, namun biasanya juga dikonversi di mukosa usus. Secara umum pada ternak unggas, untuk membentuk 1 mg vitamin A dibutuhkan karoten sebanyak 3 mg. Vitamin A yang terkandung di dalam pakan memiliki satuan international units (IU) yang memiliki makna 1 IU vitamin A setara dengan 0,3 μg vitamin A. Provitamin A banyak terdapat pada jagung kuning, hijauan, minyak ikan, susu, vitamin A sintetis dan hati. Minyak dari hati ikan khususnya ikan cod dan halibut memiliki kandungan vitamin A yang tinggi.
Vitamin A sangat berperan pada organ penglihatan yaitu mata khususnya untuk memacu kinerja impuls syaraf yang menghubungkan syaraf mata dengan otak. Oleh karena itu defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kebutaan. Vitamin A juga berperan dalam menjaga kondisi permukaan mukosa usus, memacu respon antibodi dan limfosit. Pemberian pakan yang defisien vitamin A dapat memberi efek negatif bagi pertahanan mukosa usus dari serangan mikroba, menurunkan berat bursa dan timus serta menurunkan resistensi terhadap infeksi (Akbari et al., 2008). Anak ayam yang menetas akan cacat tubuh apabila berasal dari indukan yang defisiensi vitamin A (Zile, 1998).
Iskandar (2005) melaporkan bahwa vitamin A berfungsi untuk mempertahankan keutuhan sel-sel epitel saluran pencernaan. Pada waktu ayam terserang koksidiosis yang hebat, maka perlu cadangan vitamin A di dalam hati untuk memelihara struktur seluler yang normal dari membran mukosa. Oleh karena itu salah satu cara untuk menekan penyakit koksidiosis pada unggas dapat diberikan suplementasi vitamin A. Selain itu vitamin A juga berperan pada indera penglihatan dan sistem koordinasi syaraf. Hoehler et al. (1996) melaporkan bahwa vitamin A dapat digunakan untuk antioksidan dan secara signifikan menghambat penyebaran aflatoksin masuk ke dalam jaringan liver, hati dan ginjal pada ayam. Denli et al. (2003) melaporkan pula bahwa dosis 15.000 UI vitamin A/kg pakan yang tercemar aflatoksin mampu mempertahankan kondisi tubuh puyuh (bobot badan akhir, konsumsi pakan, konversi pakan dan serum darah) yang sama dengan puyuh yang tidak diberi pakan yang tercemar aflatoksin.
Selengkapnya...
Vitamin A merupakan vitamin yang terdiri dari molekul bipolar kovalen yang terikat antara hidrogen dan karbon. Bagi ternak unggas, vitamin A diperoleh dari prekursor vitamin A yaitu karoten (provitamin A) di dalam pakan. Lalu oleh tubuh ternak, karoten diubah menjadi vitamin A. Vitamin A terakumulasi pada hati. Vitamin A mudah dirusak oleh mikroba di dalam saluran pencernaan serta saat unggas terkena koksidiosis.
Vitamin A tidak terkandungan di dalam tanaman namun masih berbentuk prekursor atau provitamin dalam bentuk karotenoid yang akan diubah menjadi vitamin. Pada tanaman, karoteniod berwarna kuning, oranye atau merah namun warna tersebut terbungkus oleh warna hijau yaitu kloropil. Senyawa karotenoid dapat terpecah menjadi dua senyawa utama yaitu xantofil dan karoten yang dapat diubah menjadi vitamin A. Selain itu juga ada senyawa lain hasil turunan karotenoid seperti lutein, kriptoxantine dan zeaxantin yang tidak dapat dikonversikan menjadi vitamin A. Pada karotem, gugus β-karoten merupakan sumber utama pembentuk vitamin A.
Konversi karoten menjadi vitamin A terjadi di dalam hati, namun biasanya juga dikonversi di mukosa usus. Secara umum pada ternak unggas, untuk membentuk 1 mg vitamin A dibutuhkan karoten sebanyak 3 mg. Vitamin A yang terkandung di dalam pakan memiliki satuan international units (IU) yang memiliki makna 1 IU vitamin A setara dengan 0,3 μg vitamin A. Provitamin A banyak terdapat pada jagung kuning, hijauan, minyak ikan, susu, vitamin A sintetis dan hati. Minyak dari hati ikan khususnya ikan cod dan halibut memiliki kandungan vitamin A yang tinggi.
Vitamin A sangat berperan pada organ penglihatan yaitu mata khususnya untuk memacu kinerja impuls syaraf yang menghubungkan syaraf mata dengan otak. Oleh karena itu defisiensi vitamin A dapat menyebabkan kebutaan. Vitamin A juga berperan dalam menjaga kondisi permukaan mukosa usus, memacu respon antibodi dan limfosit. Pemberian pakan yang defisien vitamin A dapat memberi efek negatif bagi pertahanan mukosa usus dari serangan mikroba, menurunkan berat bursa dan timus serta menurunkan resistensi terhadap infeksi (Akbari et al., 2008). Anak ayam yang menetas akan cacat tubuh apabila berasal dari indukan yang defisiensi vitamin A (Zile, 1998).
Iskandar (2005) melaporkan bahwa vitamin A berfungsi untuk mempertahankan keutuhan sel-sel epitel saluran pencernaan. Pada waktu ayam terserang koksidiosis yang hebat, maka perlu cadangan vitamin A di dalam hati untuk memelihara struktur seluler yang normal dari membran mukosa. Oleh karena itu salah satu cara untuk menekan penyakit koksidiosis pada unggas dapat diberikan suplementasi vitamin A. Selain itu vitamin A juga berperan pada indera penglihatan dan sistem koordinasi syaraf. Hoehler et al. (1996) melaporkan bahwa vitamin A dapat digunakan untuk antioksidan dan secara signifikan menghambat penyebaran aflatoksin masuk ke dalam jaringan liver, hati dan ginjal pada ayam. Denli et al. (2003) melaporkan pula bahwa dosis 15.000 UI vitamin A/kg pakan yang tercemar aflatoksin mampu mempertahankan kondisi tubuh puyuh (bobot badan akhir, konsumsi pakan, konversi pakan dan serum darah) yang sama dengan puyuh yang tidak diberi pakan yang tercemar aflatoksin.
Langganan:
Postingan (Atom)